Perbedaan HGB vs SHM: Dampaknya terhadap Nilai Jual dan Legalitas Properti

Pelitadigital.com – Ketika memutuskan untuk membeli tanah atau bangunan, banyak orang sering kali hanya berfokus pada harga dan lokasi tanpa mempertimbangkan aspek legalitas kepemilikan. Padahal, jenis sertifikat yang melekat pada suatu properti memiliki dampak besar terhadap hak kepemilikan jangka panjang, nilai jual kembali, hingga potensi risiko hukum di masa mendatang.
Menurut Pastibpn.id Dua jenis sertifikat yang paling umum dijumpai di Indonesia adalah Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Meski sama-sama menjadi bukti sah atas kepemilikan properti, keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar—baik dari sisi jangka waktu, kekuatan hukum, maupun manfaat ekonomis.
Melalui artikel ini, kami akan mengulas secara mendalam perbedaan antara HGB dan SHM, serta memberikan pertimbangan cermat dalam memilih jenis kepemilikan yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda. Pemahaman yang tepat akan membantu Anda terhindar dari kesalahan fatal dan memastikan investasi properti Anda aman serta menguntungkan dalam jangka panjang.
Perspektif Investasi: Lebih dari Sekadar Status Legal
HGB dan SHM tidak hanya berbeda secara administratif, tetapi juga menentukan fleksibilitas Anda dalam mengembangkan properti sebagai aset. SHM menawarkan kepemilikan penuh atas tanah dan bangunan, memberikan jaminan hukum yang kuat dan nilai ekonomi yang cenderung meningkat secara stabil. Ini menjadikannya pilihan ideal untuk investasi jangka panjang seperti rumah tinggal, properti warisan, atau jaminan kredit.
Sementara itu, HGB memberikan hak terbatas terhadap bangunan di atas tanah yang bukan milik pribadi, biasanya dengan durasi 30 tahun dan dapat diperpanjang. Meski tidak sekuat SHM dalam hal kepemilikan, HGB justru memberi peluang investasi dengan modal awal yang lebih rendah, terutama untuk properti komersial atau apartemen di pusat kota.
Risiko dan Potensi: Apa yang Perlu Diantisipasi?
Bagi investor, memahami risiko dari masing-masing sertifikat menjadi kunci. HGB mengharuskan pemilik untuk aktif memperpanjang hak guna setelah masa berlaku habis. Jika lalai, ada risiko hilangnya hak atas tanah, meskipun bangunannya masih berdiri. Hal ini bisa menjadi hambatan serius jika properti digunakan untuk usaha atau ditransaksikan kembali.
Sebaliknya, SHM menjanjikan keamanan hukum tanpa batas waktu. Namun, harganya yang lebih tinggi menuntut kesiapan finansial yang lebih besar sejak awal. Meski begitu, properti SHM biasanya memiliki daya jual kembali yang tinggi dan lebih mudah diterima perbankan sebagai agunan.
Transformasi Status: Peluang Konversi yang Menguntungkan
Banyak pemilik properti awalnya memulai dengan HGB karena pertimbangan harga dan proses yang lebih sederhana, terutama pada proyek-proyek perumahan baru. Namun, sedikit yang menyadari bahwa properti berstatus HGB sebenarnya dapat diubah menjadi SHM.
Konversi ini tidak hanya meningkatkan nilai properti secara signifikan, tetapi juga memberikan keamanan jangka panjang. Prosesnya memang membutuhkan biaya tambahan seperti pengurusan dokumen, pengukuran ulang, dan jasa notaris. Meski demikian, jika dihitung sebagai bagian dari strategi investasi, biaya tersebut bisa dianggap sebagai modal penguatan aset.
Apartemen dan Rumah Susun: Kasus Khusus yang Perlu Dicermati
Dalam kasus apartemen, meskipun bangunannya dapat bersertifikat SHM khusus berupa SHMSRS (Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun), status tanah umumnya tetap HGB atau bahkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Oleh karena itu, penting bagi pembeli unit apartemen untuk memeriksa tidak hanya kepemilikan unit, tetapi juga status tanah dan bagaimana pengelola menjamin hak-hak penghuni di masa depan.
Kapan Waktu yang Tepat Memilih HGB atau SHM?
Pilihan antara HGB dan SHM sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penggunaan properti. Jika Anda mencari investasi jangka pendek atau mengincar lokasi strategis dengan dana terbatas, HGB mungkin lebih cocok. Namun, jika orientasi Anda adalah kestabilan, warisan keluarga, atau leverage finansial, maka SHM adalah pilihan yang lebih bijak.
Kesimpulan: Membeli Properti dengan Wawasan, Bukan Sekadar Sertifikat
Di tengah semakin kompleksnya pasar properti, pemahaman mendalam terhadap jenis kepemilikan menjadi langkah awal yang penting. HGB dan SHM bukan sekadar dokumen legal, melainkan fondasi dalam membangun portofolio properti yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan mempertimbangkan aspek hukum, ekonomi, dan strategi investasi, Anda tidak hanya menjadi pemilik properti, tetapi juga pengelola aset yang cerdas. Pastikan Anda berkonsultasi dengan notaris atau konsultan properti sebelum mengambil keputusan, agar pilihan Anda sesuai dengan kebutuhan dan visi keuangan jangka panjang.