Pelitadigital.com – Kementerian Agama (Kemenag) melalui Juru Bicara Sunanto, atau yang akrab disapa Cak Nanto, merespons salah satu rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR. Rekomendasi tersebut menyarankan agar posisi Menteri Agama di pemerintahan mendatang diisi oleh figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengelola ibadah haji.
Menanggapi hal tersebut, Cak Nanto menegaskan bahwa selama tiga tahun terakhir, di bawah kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, pelayanan haji telah mencapai prestasi yang sangat memuaskan. “Soal menteri, ini hak prerogatif Presiden. Termasuk penilaian kecakapan dan kompetensinya. Faktanya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, Kementerian Agama dalam tiga tahun terakhir berhasil mencapai prestasi sangat memuaskan dalam pelayanan ibadah haji,” kata Cak Nanto, Senin (30/9).
Cak Nanto juga menyebutkan bahwa Kemenag telah melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal, salah satunya tercermin dari peningkatan Indeks Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. “Ini menjadi cerminan kualitas kerukunan dan toleransi umat beragama di Indonesia yang kian membaik,” tambahnya.
Kebutuhan Revisi Regulasi
Lebih lanjut, Cak Nanto menyambut baik rekomendasi Pansus Haji yang meminta adanya revisi regulasi, khususnya Undang-undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Kemenag, menurutnya, sudah sejak awal mengusulkan perlunya revisi tersebut, terutama dalam menyikapi perubahan kebijakan penyelenggaraan haji di Arab Saudi.
Cak Nanto mencontohkan bahwa sejak tahun 2023, Arab Saudi mengumumkan kuota haji lebih awal, serta menetapkan jadwal tahapan persiapan haji menggunakan kalender hijriah. “Dalam hal tertentu, ada momen yang menuntut penyelenggara mengambil kebijakan lebih cepat dan melakukan persiapan lebih awal. Hal seperti ini belum terakomodir dalam regulasi,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti masalah pembiayaan bagi jemaah penggabungan mahram atau pendamping. Meskipun masa tunggu mereka lebih singkat, regulasi saat ini tidak membedakan biaya yang harus dibayar dengan jemaah yang telah menunggu lebih lama. “Hal semacam ini perlu direspons dalam perbaikan regulasi. Saat ini, Kemenag terus melakukan harmonisasi regulasi,” ujarnya.
Sistem Kuota Haji yang Transparan
Menanggapi rekomendasi Pansus terkait sistem penetapan kuota haji yang lebih terbuka dan akuntabel, Cak Nanto menjelaskan bahwa penetapan kuota selama ini sudah bersifat terbuka dan sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2019, khususnya Pasal 8 dan Pasal 9. “Penetapan kuota haji adalah wewenang yang diberikan undang-undang kepada Menteri Agama. Pasal 64 juga jelas bahwa alokasi kuota haji khusus sebesar 8% itu dari Kuota Haji Indonesia yang merupakan kuota pokok, bukan kuota tambahan,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa Indonesia sudah beberapa kali mendapatkan kuota tambahan, dengan praktik pembagian yang bervariasi. Misalnya, pada tahun 2019, Indonesia mendapat tambahan 10.000 kuota, semuanya dialokasikan untuk jemaah haji reguler. Sementara itu, pada tahun 2023, Indonesia mendapat tambahan 8.000 kuota, dengan 92 persen dialokasikan untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk jemaah haji khusus. “Pada 2024, Indonesia mendapat tambahan 20.000 kuota yang dibagi rata untuk haji reguler dan haji khusus,” rincinya.
Penekanan pada Pengawasan yang Lebih Kuat
Terkait peran pengawasan, Cak Nanto mendukung rekomendasi Pansus untuk memperkuat peran lembaga pengawas internal, seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta melibatkan pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum, jika diperlukan.
Ia menambahkan bahwa penguatan fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan haji, terutama dalam haji khusus, adalah langkah penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaannya.
Dengan adanya berbagai rekomendasi ini, Kementerian Agama berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan ibadah haji dan memastikan sistem yang lebih transparan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.